Selasa, 13 Juli 2010

PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
(GASTER CULLEN)

 Definisi
• Hilangnya darah yang bisa dari berbagai tempat di intralumen dari orofaring sampai anus.
• Klasifikasi : atas = di atas ligamentum Treitz; bawah = di bawah ligamentum
Treitz.
• Tanda : hematemesis = darah yang dimuntahkan atau terdapat pada muntahan (UGIB); hematokezia = buang air besar berdarah (LGIB atau UGIB yang cepat); melena = buang air besar seperti ter, berwarna hitam akibat darah dari saluran cerna (biasanya dari bagian atas saluran cerna, namun dapat di segala tempat di atas sekum).

 Etiologi perdarahan saluran cerna atas
• Perdarahan orofaringeal dan epistakis (darah tertelan)
• Esofagitis erosif
 Pejamu yang tanggap imunnya baik : GERD / esofagus Barrett, XRT
 Pejamu yang tanggap imunnya lemah : CMV, HSV, kandida
• Varices (10 %)
• Ruptur Mallory-Weiss (7%, robekan di gastroesofagus karena mau muntah / muntah-muntah dengan glotis yang tertutup).
• Gastritis / gastropati (23%, NSAID, H. Pylori, alkohol, penyakit mukosa yang berhubungan dengan stres).
• Penyakit ulkus peptikum (PUD) (46%)
• Malformasi vaskular
Lesi Dieulafony (arteri ektatik superfisialis biasanya pada kardia dengan UGIB yang mendadak dan masif) AVM (tersendiri atau bersama sindrom Osler-Weber-Rendu) fistula aorta-enterik (tandur aorta mengikis sepertiga porsio duodenum, muncul dengan “perdarahan luas”) vaskulitis.
• Penyakit neoplastik (esofagus atau gaster)
• Penyebab lahirnya : ulserasi hiatus hernia, koagulapati, amiloidosis, penyakit jaringan penyambung.


 Etiologi perdarahan saluran cerna bawah
• Penyakit divertikular
• Angiodisplasia
• Penyakit neoplastik
• Kolitis : infeksi, iskemik, radiasi, penyakit radang usus (UC > CD)
• Hemoroid

 Manifestasi klinis
• UGIB > LGIB : mual, muntah, hematemesis, muntah seperti warna kopi, nyeri epigastrium, reaksi vasovagal, sinkop, melena.
• LGIB > IGIB : diare, tenesmus, BRBPR atau kotoran berwarna maron

 Langkah penanganan
• Anamnesis
GIB atau kronis, jumlah serangan, serangan terakhir yang paling sering hematemesis, muntah sebelum hematemesis, hematokezia, melena, nyeri abdomen, diare, penggunaan aspirin, NSAID, atau antikoagulan, atau diketahui menderita koagulopati ketergantungan alkohol, sirosis riwayat pembedahan saluran cerna atau aorta.
• Pemeriksaan fisik
Tanda vital : takikardi bila kehilangan cairan 10%; hipotensi ortostatik bila kehilangan cairan 20%; syok bila kehilangan cairan 30%, pucat, telangektasiasis (penyakit hepar alkohol atau sindrom Osleer-Weber-Rendu)
 Tanda penyakit hepar kronis : ikterus, spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, eritema palmaris, kaput medusa.
 Pemeriksaan abdomen : nyeri tekan dapat terlokalisir atau tanda-tanda di daerah peritoneum.
 Pemeriksaan rektum : warna kotoran, adanya hemoroid, atau fisura ani
• Pemeriksaan laboratorium : Hematokrit (mungkin normal pada awal kehilangan darah akut sebelum seimbang kembali), hitung trombosit, PT, PTT, BUN / kreatinin (rasionya  pada UGIB karena resorpsi saluran cerna dari darah atau azotemia prerenal), uji fungsi hepar.
• Selang Nasogastrik dapat mendiagnosis UGIB, dapat membuang isi saluran cerna (sebelum dilakukan EGD dan untuk mencegah aspirasi), lavase untuk melihat ada tidaknya perdarahan yang menetap (prognosis buruk); negative palsu pada waktu UGIB apabila perdarahan berasal baik dari duodenum maupun intermiten.
• Pemeriksaan diagnostik pada UGIB : esofagogastroduodenoskopi (EGD) (dan terapi yang potensial).
• Pemeriksaan diagnostik pada LGIB (periksa UGIB sebelum mencoba untuk melokalisasi LGIB yang diperkirakan) Perdarahan berhenti secara spontan  klonoskopi (mengidentifikasi penyebab pada > 70% kasus dan potensial untuk tindakan terapi) Stabil namun perdarahan terus-menerus  sken perdarahan (RBC berlabel 99mTc/albumin) : mendeteksi laju perdarahan yang > 0,1-1,0 ml/menit, namun sulit menentukan lokasi yang akurat. Tidak stabil  arteriografi (mendeteksi laju perdarahan yang > 0,5-1,0 ml/menit dan potensial untuk tindakan terapi (infus vasopresin intra arteri atau embolisasi) laparotomi ekspolari.

 Penatalaksanaan
• Penatalaksanaan akut perdarahan saluran cerna adalah resusitasi hemodinamik dengan cairan IV dan darah Buatlah akses dengan 2 jalur intravena yang berdiameter besar (18 gauge atau lebih).
• Resusitasi cairan dengan salin normal atau larutab Ringer laktat
• Terapi transfusi (sampel bank darah untuk tipe dan crossmarch; dapat menggunakan golongan darah O negatif jika eksanguinis).
• Identifikasi dan perbaiki koagulopati (FFP untuk menormalkan PT, trombosit tetap > 50000/mm3).
• Lavase slang nasogastrik
• Penatalaksanaan jalan nafas bila diperlukan
• Konsultasi dengan ahli bedah digestif bila diperlukan.

 Tanda-tanda prognosis buruk pada UGIB
• Demografik : Usia > 60 tahun, komorbiditas
• Beratnya : darah merah segar pada aspirat NGT, hemodinamik tak stabil.
• Etiologi : varises atau neoplastik
• Munculnya ulkus (dari prognosis yang terbaik hingga terburuk) : dasarnya bersih  keluar darah tanpa pembuluh yang terlihat  bekuan yang melekat erat  perdarahan aktif.

Rabu, 20 Januari 2010

Edema

 PENGERTIAN
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek klinik sehari-hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik system kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke intestinum. Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.
 ETIOLOGI
Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal, dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal, penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ), makanan yang kurang mengandung protein, atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori –pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya: lepuh ) dan respon alergi (misalnya: biduran) .
3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena, akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.
Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.
 MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan Tanda
1. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4. Edema perifer dan periorbita
5. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru )
6. Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam )
 PENATALAKSANAAN
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya. Efek diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja :
1. Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2. Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3. Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus distal
4. Diuretic yang bekerja pada cortical collecting tubule
5. Prinsip terapi edema
6. Penanganan penyakit yang mendasari
7. Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena
8. Meningkatkan pengeluaran natrium dan air : Diuretik, hanya sebagai terapi paliatif,bukan kuratif, Tirah baring, lokal pressure
9. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar, diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma,hipotensi,perfusi yang inadekuat, sehinggga diuretic harus diberikan dengan hati-hati.

Postural Drainase

2.1. Definisi Postural Drainage
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari.
Postural drainage (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.
Postural darinase (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri. PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi ateletaksis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD, lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.

2.2 Indikasi Klien yang mendapat Drainase Postural
a.Mencegah penumpukan secret yaitu pada:
-pasien yang memakai ventilasi
-pasien yang melakukan tirah baring yang lama
-pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis

b.mobilisasi secret yang tertahan :
-pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
-pasien dengan abses paru
-pasien dengan pneumonia

2.2.1 Kontra indikasi untuk postural drainase :
1. Tension pneumotoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akutrd infark dan aritmia.
4. Edema paru
5. Efusi pleura yang luas

2.2.2 Persiapan pasien untuk postural drainase.
1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap.
3. Periksa nadi dan tekanan darah.
4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret.

2.3 Cara melakukan pengobatan :
1. Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi selama Postural Drainase.
2. Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 – 10 menit.
3. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan.

2.3.1 Penilaian hasil pengobatan :
1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri dan kanan.
2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental.
4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah, merasa enakan, sakit.
5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi tekanan darah.
6. Apakah foto toraks ada perbaikan.

2.3.2 Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
1. Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam.
2. Suara pernafasan normal atau relative jelas.
3. Foto toraks relative jelas.
4. Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.




2.4 Alat dan bahan :
1) Bantal 2-3
2) Tisu wajah
3) Segelas air hangat
4) Masker
5) Sputum pot

2.4.1 Prosedur kerja :
1) Jelaskan prosedur
2) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
3) Cuci tangan
4) Pakai masker
5) Dekatkan sputum pot
6) Berikan minum air hangat
7) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
8) Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil
PD bisa dilakukan clapping dan vibrating
9) Berikan tisu untuk membersihkan sputum
10) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
11) Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan)
12) Cuci tangan
13) Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
14) Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien

2.5 Evaluasi Setelah Dilakukan Drainase Postural
a. Auskultasi : suara pernapasan meningkat dan sama kiri dan kanan
b. Inspeksi : dada kanan dan kiri bergerak bersama-sama
c. Batuk produktif (secret kental/encer)
d. Perasaan klien mengenai darinase postural (sakit, lelah, lebih nyaman)
e. Efek drainase postural terhadap tanda vital (Tekanan darah, nadi, respirasi, temperature)
f. Rontgen thorax
2.5.1 Drainase postural dapat dihentikan bila:
a. Suara pernapasan normal atau tidak terdengar ronchi
b. Klien mampu bernapas secara efektif
c. Hasil roentgen tidak terdapat penumpukan sekret








2.6 Posisi untuk Drainase Postural
 Bronkus Apikal Anterior Lobus atas kanan dan kiri
Klien duduk di kursi, bersandar pada bantal (Gbr 5.1 dan Gbr 5.2)







Gbr 5.1 Gbr 5.2

 Bronkus Apikal Posterior Lobus kanan atas dan kiri
Klien duduk di kursi, condong ke depan pada bantal atau meja (Gbr 5.3)







Gbr 5.3
 Bronkus Lobus atas Anterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlentang datar dengan bantal kecil di bawah lutut (Gbr 5.4 dan 5.5)








Gbr 5.4 Gbr 5.5
 Bronkus Lingual Lobus atas kiri
Klien berbaring miring ke kanan dengan lengan di atas kepala dan posisi Trandelenburg, dengan kaki di tempat tidur ditinggikan 30 cm. tempatkan bantal dibelakang punggung, dan gulingkan klien seperempat putaran ke bantal (Gbr 5.6 dan Gbr 5.7)








Gbr 5.6 Gbr 5.7
 Bronkus Lobus tengah kanan
Klien berbaring miring kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm. tempatkan bantal di belakang punggung pasien dan gulingkan klien seperempat putaran bantal (Gbr 5,8 dan 5.9)









Gbr 5.8 Gbr 5.9

 Bronkus Lobus bawah Anterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlentang dengan posisi Trandelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm. biarkan lutut menekuk pada bantal (Gbr 5.10 dan Gbr 5.11)








Gbr 5.10 Gbr 5.11

 Bronkus Lateral Lobus bawah kanan
Klien berbaring miring pada posisi Trandelendurg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (Gbr 5.12 dan Gbr 5.13)








Gbr 5.12 Gbr 5.13

 Bronkus Lateral Lobus bawah kiri
Klien berbaring miring kanan pada posisi Trandelendurg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 (Gbr 5.14 dan Gbr 5.15)









Gbr 5.14 Gbr 5.15

 Bronkus Superior Lobus bawah kanan dan kiri
Klien berbaring terlungkup dengan bantal di bawah lambung (Gbr 5.16 dan Gbr 5.17)








Gbr 5.16 Gbr 5.17

 Bronkus Basal Posterior kanan dan kiri
Klien berbaring terlungkup dengan posisi Trandelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm (Gbr 5.18 dan Gbr 5.19)









Gbr 5.18 Gbr 5.19